Saturday, June 25, 2016

Wanita baik hanya untuk lelaki baik begitupun sebaliknya silahkan baca..!

Kisah berikut ini merupakan kiriman sahabat Vemale, Adira Raveena Taleetha, untuk mengikuti Lombah kisah RAMADHAN 2016. Ia menceritakan kisahnya saat menjalin hubungan dengan orang yang salah hingga menemukan jodoh sejatinya.
***
Semenjak aku duduk di bangku SMK aku tumbuh menjadi gadis yang populer. Selain mudah bergaul, aku juga suka menolong temanku yang sedang kesulitan. Pada saat itu, ada paham di mana gengsi jika sampai tidak punya pacar. Bahkan status siapa pacarmu juga bisa membantu meningkatkan popularitas di antara teman-teman.
“…Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (Qs. Nur: 31)
Akhir-akhir ini aku kadang merasa amat sangat malu kepada Allah SWT atas kelalaianku selama ini. Sebenarnya aku tahu bahwa dalam Al-Qur’an menatap mata yang bukan mukhrim saja sudah merupakan zina mata, apalagi jika sampai menjalin hubungan yang tidak di ridhoi Allah. Selama aku pacaran, aku selalu berpura-pura tidak tahu dan tetap berpacaran. Mashaa Allah.
Aku selalu merasa bahwa aku adalah belahan jiwanya, begitupun ia sebaliknya. Prinsip “Berjuang sama-sama dari nol (0)” membuat aku mempertahankan hubunganku kira-kira hingga 5 tahun. Karena faktor waktu yang tidak sebentar inilah yang membuat aku semakin memperdalam perasaan maupun harapan padanya. Begitu lulus dari SMK aku langsung bekerja dan berkuliah. Sedangkan dia menganggur. Keluarganya memang bukan dari kalangan yang berkecukupan, sehingga seringkali jika dia membutuhkan apapun ia tak segan meminta dan aku selalu memenuhinya. Semakin lama dia menjadi semakin tergantung padaku.
Lama-lama aku tidak bisa lagi menutupi kenyataan pada kedua orangtuaku, ditambah perasaan mereka juga lebih peka terhadapku. Sehingga beberapa kali orangtuaku protes dan menasihati aku untuk bisa membuka diri dan hati untuk yang lebih baik. Awalnya aku berpikir mungkin kami sedang dalam fase sama-sama berjuang dari 0 (nol), dan sebisa mungkin aku selalu menguatkan diri dan terus bersabar.
Aku selalu mendorong pacarku itu untuk supaya bekerja. Minimal untuk bisa membiayai segala pengeluaran untuk hal-hal kecil yang ia butuhkan. Namun, dia selalu saja beralasan dan pilih-pilih pekerjaan dengan skill yang terbatas. Hingga sampai pada ketika aku sendiri merasa jenuh. Memang terlalu cepat untuk memikirkan pernikahan, tapi bukankah semua tujuan hubungan harus berarah ke sana? Aku merenungkan kembali nasihat-nasihat orangtuaku.
Aku bertemu dengannya dan menanyakan keseriusan hubungan kami. Aku menanyakan konsep masa depan dan tujuan apa yang ia ingin capai. Tapi, dari semua rencananya tak ada satupun yang pasti. Semua semu tak sejalan dengan kenyataan. Bahkan kata menikahpun tidak pernah ia ucap. Aku semakin yakin, bahwa hubungan kami makin lama makin sia-sia. Kemudian, aku memilih kami untuk berpisah walaupun cukup berat membuatnya pergi dari kehidupanku. Butuh proses kira-kira 6 bulan untuk bisa hilang dari hidup dia sepenuhnya.  
Entah secepat apa kabar aku sudah putus menyebar di antara teman-temanku. Karena  banyak teman-teman lelaki silih berganti mengirimi aku SMS, menelepon, bahkan ada yang sampai datang ke rumah untuk sengaja bertemu dan melakukan pendekatan denganku. Namun, seringkali aku menolak.  Fokusku tidak lagi ke sana. Aku ingin terus fokus memperbaiki diri. Awalnya hal ini untuk menghilangkan kegalauan karena putus dari hubunganku, namun perlahan mendekatkan diri pada Allah menjadi kebutuhan diri.
Hingga pada akhirnya di Bulan Ramadhan tahun lalu, aku dipertemukan dengan teman SMP-ku yang sudah lama tidak bertemu. Dan aku ingat, dulu Mamaku sangat ingin mempunyai menantu yang saleh seperti temanku ini. Karena pada waktu aku SMP dia sering datang ke rumah dengan bersikap sopan santun, dan mengaplikasikan prinsip-prinsip agama Islam dalam perilakunya sehari-hari. Karena kesalehannya itu dan restu dari Mama, akhirnya aku mau merespon permintaannya untuk proses pengenalan lebih jauh di antara kami. Dengan diawali berserah diri dan berdoa supaya Allah memberikan jalan terbaik kami memulai pengenalan di antara kami.
Pengenalan kami hanya berlangsung selama 2 minggu, setelah itu dia mengenalkan aku kepada kedua orangtua dan keluarga besarnya. Tentu saja, aku sangat terkejut dengan peningkatan hubungan kami yang sangat cepat. Pada pertemuan itupun, orang tuanya langsung bertanya apakah aku sudah siap menikah dengannya atau belum dan menjadwalkan pertemuan kedua keluarga besar untuk membahas pernikahan. Tentu saja aku mengiyakan.
Sungguh, ternyata nikmat sekali mendapatkan sebuah kepastian hubungan tanpa harus melakukan pacaran berlama-lama. Aku juga merasa sangat dihargai olehnya. Kami tidak perlu meyakinkan dengan ucapan “I Love You” setiap hari. Tidak perlu mengirim pesan menanyakan “Kamu di mana? Dengan siapa?” setiap detik. Tidak ada aniaya terhadap pikiran dan perasaan yang sungguh menyita banyak waktu dan tenaga. Tidak ada keraguan di antara kami, karena semua ini berawal dariLillah karena Allah ta’ala.Dan yang paling penting, kami tidak melakukan hal yang dilarang oleh Allah karena kami sadar bahwa apapun yang Allah larang dan anjurkan, memang merupakan ketetapan yang manfaatnya kembali lagi untuk kebaikan diri kami bersama.
“Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Q.S. An Nur: 26)
Setiap hari menuju pernikahan bagi kami adalah proses menuju perbaikan diri menjadi semakin baik. Dia selalu mendorongku untuk terus melakukan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Dia pun tidak segan untuk berbagi ilmu yang ia ketahui mengenai islam. Sungguh, aku selalu berdoa supaya kami terus diberikan ridho Allah untuk mencapai pernikahan yang dirahmati Allah. Semoga... .

Kisah berikut ini merupakan kiriman sahabat Vemale, Adira Raveena Taleetha, untuk mengikuti Lomba Kisah Ramadan 2016. Ia menceritakan kisahnya saat menjalin hubungan dengan orang yang salah hingga menemukan jodoh sejatinya.
***
Semenjak aku duduk di bangku SMK aku tumbuh menjadi gadis yang populer. Selain mudah bergaul, aku juga suka menolong temanku yang sedang kesulitan. Pada saat itu, ada paham di mana gengsi jika sampai tidak punya pacar. Bahkan status siapa pacarmu juga bisa membantu meningkatkan popularitas di antara teman-teman.
“…Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (Qs. Nur: 31)
Akhir-akhir ini aku kadang merasa amat sangat malu kepada Allah SWT atas kelalaianku selama ini. Sebenarnya aku tahu bahwa dalam Al-Qur’an menatap mata yang bukan mukhrim saja sudah merupakan zina mata, apalagi jika sampai menjalin hubungan yang tidak di ridhoi Allah. Selama aku pacaran, aku selalu berpura-pura tidak tahu dan tetap berpacaran. Mashaa Allah.
Aku selalu merasa bahwa aku adalah belahan jiwanya, begitupun ia sebaliknya. Prinsip “Berjuang sama-sama dari nol (0)” membuat aku mempertahankan hubunganku kira-kira hingga 5 tahun. Karena faktor waktu yang tidak sebentar inilah yang membuat aku semakin memperdalam perasaan maupun harapan padanya. Begitu lulus dari SMK aku langsung bekerja dan berkuliah. Sedangkan dia menganggur. Keluarganya memang bukan dari kalangan yang berkecukupan, sehingga seringkali jika dia membutuhkan apapun ia tak segan meminta dan aku selalu memenuhinya. Semakin lama dia menjadi semakin tergantung padaku.
Lama-lama aku tidak bisa lagi menutupi kenyataan pada kedua orangtuaku, ditambah perasaan mereka juga lebih peka terhadapku. Sehingga beberapa kali orangtuaku protes dan menasihati aku untuk bisa membuka diri dan hati untuk yang lebih baik. Awalnya aku berpikir mungkin kami sedang dalam fase sama-sama berjuang dari 0 (nol), dan sebisa mungkin aku selalu menguatkan diri dan terus bersabar.
Aku selalu mendorong pacarku itu untuk supaya bekerja. Minimal untuk bisa membiayai segala pengeluaran untuk hal-hal kecil yang ia butuhkan. Namun, dia selalu saja beralasan dan pilih-pilih pekerjaan dengan skill yang terbatas. Hingga sampai pada ketika aku sendiri merasa jenuh. Memang terlalu cepat untuk memikirkan pernikahan, tapi bukankah semua tujuan hubungan harus berarah ke sana? Aku merenungkan kembali nasihat-nasihat orangtuaku.
Aku bertemu dengannya dan menanyakan keseriusan hubungan kami. Aku menanyakan konsep masa depan dan tujuan apa yang ia ingin capai. Tapi, dari semua rencananya tak ada satupun yang pasti. Semua semu tak sejalan dengan kenyataan. Bahkan kata menikahpun tidak pernah ia ucap. Aku semakin yakin, bahwa hubungan kami makin lama makin sia-sia. Kemudian, aku memilih kami untuk berpisah walaupun cukup berat membuatnya pergi dari kehidupanku. Butuh proses kira-kira 6 bulan untuk bisa hilang dari hidup dia sepenuhnya.  
Entah secepat apa kabar aku sudah putus menyebar di antara teman-temanku. Karena  banyak teman-teman lelaki silih berganti mengirimi aku SMS, menelepon, bahkan ada yang sampai datang ke rumah untuk sengaja bertemu dan melakukan pendekatan denganku. Namun, seringkali aku menolak.  Fokusku tidak lagi ke sana. Aku ingin terus fokus memperbaiki diri. Awalnya hal ini untuk menghilangkan kegalauan karena putus dari hubunganku, namun perlahan mendekatkan diri pada Allah menjadi kebutuhan diri.
Hingga pada akhirnya di Bulan Ramadhan tahun lalu, aku dipertemukan dengan teman SMP-ku yang sudah lama tidak bertemu. Dan aku ingat, dulu Mamaku sangat ingin mempunyai menantu yang saleh seperti temanku ini. Karena pada waktu aku SMP dia sering datang ke rumah dengan bersikap sopan santun, dan mengaplikasikan prinsip-prinsip agama Islam dalam perilakunya sehari-hari. Karena kesalehannya itu dan restu dari Mama, akhirnya aku mau merespon permintaannya untuk proses pengenalan lebih jauh di antara kami. Dengan diawali berserah diri dan berdoa supaya Allah memberikan jalan terbaik kami memulai pengenalan di antara kami.
Pengenalan kami hanya berlangsung selama 2 minggu, setelah itu dia mengenalkan aku kepada kedua orangtua dan keluarga besarnya. Tentu saja, aku sangat terkejut dengan peningkatan hubungan kami yang sangat cepat. Pada pertemuan itupun, orang tuanya langsung bertanya apakah aku sudah siap menikah dengannya atau belum dan menjadwalkan pertemuan kedua keluarga besar untuk membahas pernikahan. Tentu saja aku mengiyakan.
Sungguh, ternyata nikmat sekali mendapatkan sebuah kepastian hubungan tanpa harus melakukan pacaran berlama-lama. Aku juga merasa sangat dihargai olehnya. Kami tidak perlu meyakinkan dengan ucapan “I Love You” setiap hari. Tidak perlu mengirim pesan menanyakan “Kamu di mana? Dengan siapa?” setiap detik. Tidak ada aniaya terhadap pikiran dan perasaan yang sungguh menyita banyak waktu dan tenaga. Tidak ada keraguan di antara kami, karena semua ini berawal dariLillah karena Allah ta’ala.Dan yang paling penting, kami tidak melakukan hal yang dilarang oleh Allah karena kami sadar bahwa apapun yang Allah larang dan anjurkan, memang merupakan ketetapan yang manfaatnya kembali lagi untuk kebaikan diri kami bersama.
“Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Q.S. An Nur: 26)

Setiap hari menuju pernikahan bagi kami adalah proses menuju perbaikan diri menjadi semakin baik. Dia selalu mendorongku untuk terus melakukan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Dia pun tidak segan untuk berbagi ilmu yang ia ketahui mengenai islam. Sungguh, aku selalu berdoa supaya kami terus diberikan ridho Allah untuk mencapai pernikahan yang dirahmati Allah. Semoga... .

No comments: